BAB 1
Manusia dan Masyarakat
Aristoteles
Manusia adalah makhluk sosial (zoon political)
↓
Masyarakat
↓
Hukum
↓
Hukum Ekonomi
1. Pengertian Hukum
Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah terjadinya kekacauan.
Pengertian Hukum menurut beberapa Ahli :
1. PROF. DR. VAN KAN
Hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.
2. W. LEVENSBERGEN
Hukum merupakan pengaturan perbuatan manusia di dalam masyarakat.
3. KIRCH
Hukum menyangkut unsur penguasa, unsur kewajiban dan unsur kelakuan dan perbuatan manusia.
4. UTRECHT
Hukum adalah himpunan peraturan (baik berupa perintah maupun larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan.
2. Ciri-ciri Hukum :
- Adanya perintah atau larangan
- Perintah dan/larangan itu harus dipatuhi
3. Unsur - unsur Hukum :
- Peraturan yang mengatur tingkah laku dalam pergaulan masyarakat.
- Peraturan diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
- Peraturan itu bersifat memaksa.
- Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas
4. Tujuan Hukum
Menurut Prof. Mr. Dr. LJ. van Apeldoorn:
Tujuan hukum adalah mengatur hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan seimbang.
Secara singkat Tujuan Hukum antara lain:
· Keadilan
· Kepastian
· Kemanfaatan
Jadi hukum bertujuan untuk mencapai kehidupan yang selaras dan seimbang, mencegah terjadinya perpecahan dan mendapat keselamatan dalam keadilan.
5. Sumber-Sumber Hukum :
1. Material. Contohnya : sudut pandang ekonomi, sejarah, sosiologi
2. Formal. Contohnya : UU, Kebiasaan, Jurisprudensi, Penjanjian, Doktrin
6. Kodifikasi Hukum
Kodifikasi hukum adalah pembukuan secara lengkap dan sistematis tentang hukum tertentu. Yang menyebabkan timbulnya kodifikasi hukum ialah tidak adanya kesatuan dan kepastian hukum (di Perancis).
Maksud dan tujuan diadakannya kodifikasi hukum di Perancis ialah untuk mendapatkan suaru kesatuan dan kepastian hukum (rechseenheid dan rechszekerheid). yang dihasilakan dari kodifikasi tersebut ialah code Civil Prancis atau Code Napoleon. Aliran hukum yang timbul karena kodifikasi adalah aliran legisme. Kodifikasi hukum di Indonesia antara lain KUHP, KUH Perdata, KUHD dan KUHAP.
7. Kaidah dan Norma Hukum
Kaidah hukum adalah peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan.
Menurut sifatnya kaidah hukum terbagi 2, yaitu:
1. Hukum yang imperatif, maksudnya kaidah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat dan memaksa.
2. Hukum yang fakultatif maksudnya ialah hukum itu tidak secara apriori mengikat. Kaidah fakultatif bersifat sebagai pelengkap.
Ada 4 macam norma yaitu :
1. Norma Agama adalah peraturan hidup yang berisi pengertian-pengertian, perintah-perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan yangmerupakan tuntunan hidup ke arah atau jalan yang benar.
2. Norma Kesusilaan adalah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati. Peraturan ini berisi suara batin yang diakui oleh sebagian orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya.
3. Norma Kesopanan adalah peraturan hidup yang muncul dari hubungan sosial antar individu. Tiap golongan masyarakat tertentu dapat menetapkan peraturan tertentu mengenai kesopanan.
4. Norma Hukum adalah peraturan-peraturan hidup yang diakui oleh negara dan harus dilaksanakan di tiap-tiap daerah dalam negara tersebut. Dapat diartikan bahwa norma hukum ini mengikat tiap warganegara dalam wilayah negara tersebut
8. PENGERTIAN HUKUM EKONOMI
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum Ekonomi berfungsi mengatur dan membatasi kegiatan-kegiatan ekonomi, sehingga pembangunan perekonomian tidak mengabaikan hak dan kepentingan masyarakat.
9. Subyek Hukum dan Obyek Hukum
- Subyek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam dunia hukum, subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia dan badan hukum.
- Obyek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik.
10. Terdapat 2 Aspek hukum ekonomi :
1. Pengaturan usaha-usaha pembangunan ekonomi
2. Pengaturan usaha-usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi
BAB 2
1.1. Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia
Hukum Perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan BW. Sebagian materi BW sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI, misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, dan UU Kepailitan.
Kodifikasi KUH Perdata Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1848.
Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.
2. HUKUM PERIKATAN
2.1. Pengertian Hukum Perikatan
- Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “verbintenis”.Istilah perikatan ini lebih umum dipakaidalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti; hal yang mengikat orangyang satu terhadap orang yang lain.
- Perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaanantara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
2.2. Dasar Hukun Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang timbul dari undang-undang dapat dibagi menjadi dua, yaitu
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
c. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwarneming).
2.3. Asas-asas dalam Hukum Perikatan
- Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
- Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
3. HUKUM PERJANJIAN
3.1. Pengertian Hukum Perjanjian
1. Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”
3.2. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah:
1. Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri
2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
3. Mengenai suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal suatu sebab yang halal
3.3. Terdapat 3 unsur dalam perjanjian, yaitu:
1. Unsur Essensialia
Unsur essensialia adalah sesuatu yang harus ada yang merupakan hal pokok sebagai syarat yang tidak boleh diabaikan dan harus dicantumkan dalam suatu perjanjian.
2. Unsur Naturalia
Naturalia adalah ketentuan hukum umum, suatu syarat yang biasanya dicantumkan dalam perjanjian.
3. Unsur Aksidentalia
Yaitu berbagai hal khusus (particular) yang dinyatakan dalam perjanjian yang disetujui oleh para pihak.
3.4. Momentum terjadinya Perjanjian/Kontrak
1. Teori Penyataan : kesepakatan terjadi saat pihak yang menerima penawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran tersebut
2. Teori pengiriman : kesepakatan terjadi bila yang menerima penawaran mengirim telegram/facsimile/email
3. Teori Pengetahuan : kesepakatan terjadi bila pihak yang menawarkan mengetahui adanya penerimaan tetapi penerimaan tersebut belum diterimanya
4. Teori penerimaan : kesepakatan terjadi pada saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan
3.5. Ada 3(tiga) Teori Tentang Ketidaksesuaian antara Kehendak dan Pernyataan:
1. Teori kehendak : perjanjian terjadi bila ada persesuaian antara kehendak dan pernyataan
2. Teori pernyataan : kehendak merupakan sikap batin yang tidak diketahui orang lain, yang menyebabkan terjanya perjanjian adalah pernyataan
3. Teori Kepercayaan : tidak setiap pernyataan menimbulkan perjanjian, tetapi pernyataan yang menimbulkan kepercayaan saja yang melahirkan perjanjian
3.6. Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
a. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
b. Terkait resolusi atau perintah pengadilan.
c. Terlibat hukum.
d. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian.
3.7. Wanprestasi dalam Perjanjian
A. Pengertian Wanprestasi:
Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian.
B. Bentuk-bentuk Wanprestasi:
- Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;
- Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu (terlambat);
- Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan
- Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
C. Tata cara menyatakan debitur wanprestasi:
1. Sommatie: Peringatan tertulis dari kreditur kepada debitur secara resmi melalui Pengadilan Negeri
2. Ingebreke Stelling: Peringatan kreditur kepada debitur tidak melalui Pengadilan Negeri.
D. Akibat Hukum bagi Debitur yang Wanprestasi:
Akibat hukum dari debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi berupa:
- Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi);
- Pembatalan perjanjian;
- Peralihan resiko. Benda yang dijanjikan obyek perjanjian sejak saat tidak dipenuhinya kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur;
- Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.
Disamping debitur harus menanggung hal tesebut diatas, maka yang dapat dilakukan oleh krediturdalam menghadapi debitur yang wanprestasi ada lima kemungkinan sebagai berikut (Pasal 1276 KUHPerdata):
-Memenuhi/melaksanakan perjanjian;
-Memenuhi perjanjian disertai keharusan membayar ganti rugi;
-Membayar ganti rugi;
-Membatalkan perjanjian; dan
-Membatalkan perjanjian disertai dengan ganti rugi.
3.8. Keadaan Memaksa (Overmacht/Force Majeur):
A. Pengertian Keadaan Memaksa
Keadaan memaksa adalah suatu keadaan di mana debitor tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditor, yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, seperti karena adanya gempa bumi, banjir, lahar, dan lain-lain.
B. Akibat keadaan memaksa:
-Kreditur tidak dapat meminta pemenuhan prestasi;
-Debitur tidak dapat lagi dinyatakan lalai;
-Resiko tidak beralih kepada debitur.
C. Unsur-unsur Keadaan memaksa:
Peristiwa yang memusnahkan benda yang menjadi obyek perikatan;
Peristiwa yang menghalangi Debitur berprestasi;
Peristiwa yang tidak dapat diketahui oleh Kreditur/Debitur sewaktu dibuatnya perjanjian.
D. Sifat Keadaan memaksa:
Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Keadaan memaksa absolut:
Adalah suatu keadaan di mana debitor sama sekali tidak dapat memenuhi prestasinya kepada kreditor, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar.
2. Keadaan memaksa yang relatif:
Adalah suatu keadaan yang menyebabkan debitor masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban yang besar, yang tidak seimbang, atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia, atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar.
4. HUKUM DAGANG
4.1. Pengertian Hukum Dagang
Perdagangan atau Perniagaan pada umumnya adalah pekeerjaan membeli barang dari suatu tempat dan suatu waktu dan menjual barang tersebut di tempat dan waktu lainnya untuk memperoleh keuntungan. Hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan.
Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1. Hukum tertulis yang dikodifikasikan :
a. Kitab Undang-undang dagang (KUHD) atau Wetboek Koophandel Indonesia (W.V.K).
b. Kitab Undang-undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgelijk wetboek Indonesia (BW).
2. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengna perdagangan.
BAB 3
-Hak yang timbul sebagai hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia
-Hak untuk menikmati secara ekonomis dari suatu keativitas intelektual
-Obyeknya: karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuab intelektual manusia
1. Pengertian HAKI
-HaKI adalah hak dan kewenangan untuk berbuat sesuatu atas kekayaan intelektual, yang diatur oleh norma-norma atau hukum-hukum yang berlaku
-Norma/hukum tersebut diberikan oleh negara kepada seseorang dan atau sekelompok orang ataupun badan yang ide dan gagasannya telah dituangkan ke dalam bentuk suatu karya cipta
-Karya cipta tersebut merupakan suatu hak individu dan atau kelompok yang perlu dilindungi secara hukum, apabila suatu temuan (inovasi) tersebut didaftarkan sesuai dengan persyaratan yang ada
2. Sifat HAKI :
1. Mempunyai jangka waktu tertentu atau terbatas
2. Bersifat eksekutif dan mutlak
3. Prinsip-prinsip Hukum Kekayaan Intelektual
1) Prinsip Ekonomi
Prinsip Ekonomi, yakni hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memeberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.
2) Perinsip Keadilan
Prinsip keadilan, yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemiliknya.
3) Prinsip Kebudayaan
Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia.
4) Prinsip Sosial
Prinsip sosial (mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara), artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan sehingga perlindungan diberikan berdasarkan keseimbangan individu dan masyarakat.
4. Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual
4.1. Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta:
a. Hak Cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.(Pasal 1 ayat 1).
b. Hak cipta diberikan terhadap ciptaan dalam ruang lingkup bidang ilmu pengetahuan, kesenian, dan kesusasteraan. Hak cipta hanya diberikan secara ekslusif kepada pencipta, yaitu “seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi”.
4.2. Hak Paten
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001:
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Investor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan (Pasal 1 ayat 1).
Dasar Hukum Hak Paten :
a. UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten ( Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 39).
b. UU Nomor 13 Tahun 1997 Tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 30).
c. UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 109).
4.3. Hak Merk
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 :
a. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. (Pasal 1 ayat 1).
b. Merek merupakan tanda yang digunakan untuk membedakan produk (barang dan atau jasa) tertentu dengan yang lainnya dalam rangka memperlancar perdagangan, menjaga kualitas, dan melindungi produsen dan konsumen.
Jadi Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan di gunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Pasal 1 Undang-undang Merek).
Dasar Hukum Hak Merk :
a. UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek( Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 81).
b. UU Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 31).
c. UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 110).
4.4. Desain Industri
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 200 Tentang Desain Industri
Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.(Pasal 1 ayat 1).
4.5. Rahasia Dagang
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang :
Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum dibidang teknologo dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karna berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
BAB 4
1. PERLINDUNGAN KONSUMEN
1.1. Pengertian Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen.
1.2. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
- Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33.
- Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
- Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
- Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
- Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
- Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
- Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
1.3. Latar Belakang UU tentang Perlindungan Konsumen
Latar belakang lahirnya UU No. 8/99 tentang perlindungan konsumen
1. Alasan filosofis :
Konsumen sebagai obyek -> Konsumen menjadi subyek
Konsumen bukan pelaku ekonomi -> Konsumen menjadi pelaku ekonomi
2. Belum adanya Peraturan Perundang-Undangan yang secara khusus mengatur tentang perlindungan konsumen
Adanya kebutuhan masyarakat
Daya tawar konsumen lemah
Mengantisipasi perdagangan bebas dan meningkatnya kesadaran konsumen akan hak-haknya
1.4. Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak Konsumen :
-hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
-hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
-hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
-hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
-hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
-hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
-hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
-hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
-hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
Kewajiban Konsumen :
-membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
-beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
-membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
-mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut
1.5. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Hak Pelaku Usaha :
-hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
-hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
-hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
-hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
-hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
Kewajiban Pelaku Usaha :
-beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
-memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
-memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
-menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
-memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
-memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
-memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
1.6. Sanksi
-Pelaku usaha yang melanggar ketentuan pengawasan barang beredar dan jasa dikenakan sanksi sesuai dengan yang diatur dalam UU No. 8 th 1999 tentang perlindungan konsumen
-pelanggaran atas UU-PK pasal 8;9;10 Pasal 13 ayat (1); pasal 14;16; pasal 17 ayat (1) a, b, c, d; pasal 17 ayat (2); dan pasal 18 dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp. 2 Miiyar
-Pelanggaran atas UU-PK pasal 11;12; pasal 13 ayat (1); pasal 14;16; pasal 17 ayat (1) huruf d dan f dapat dikenakan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000
2. ANTI MONOPOLI & PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
2.1. Pengertian Anti Monopoli & Persaingan Usaha Tidak Sehat
Pasar Monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis".
2.2. Asas & Tujuan
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
2.3. Kegiatan Yang Dilarang
Dalam UU No.5/1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24.
Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu:
a. Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
b. Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
c. Penguasaan pasar
Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu:
Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;
Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
d. Persekongkolan
Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).
e. Posisi Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
f. Jabatan Rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.
g. Pemilikan Saham
Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.
h. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.
2.4. Perjanjian Yang Dilarang
a. Oligopoli
Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
b. Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain:
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama;
Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama;
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar ;
Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.
c. Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
d. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
e. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
f. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
g. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
h. Integrasi vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
i. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
j. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2.5 Sanksi
a) Pasal 36
UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
b) Pasal 48
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
c) Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
Pencabutan izin usaha; atau
Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
3. PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI
3.1. Pengertian Sengketa
Pengertian sengketa bisnis menurut Maxwell J. Fulton “a commercial disputes is one which arises during the course of the exchange or transaction process is central to market economy”. Dalam kamus bahasa Indonesia sengketa adalah pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan antara kelompok atau organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
3.2. Penyelesaian Sengketa Ekonomi :
Penyelesaian sengketa secara damai bertujuan untuk mencegah dan mengindarkan kekerasan atau peperangan dalam suatu persengketaan antar negara. Menurut pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan) Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara sebagai berikut:
1. Negosiasi (perundingan)
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
2. Enquiry (penyelidikan)
Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari fakta.
3. Good offices (jasa-jasa baik)
Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.
3.3 Forum Penyelesaian Sengketa
1. Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan paling tua digunakan. Dengan cara ini, para pihak dapat mengawasi prosedur penyelesaian sengketanya.
2. Mediasi adalah suatu cara penyelesaian melalui pihak ketiga. Pihak ketiga (sebagai pihak yang netral) ini bisa individu (pengusaha) atau lembaga atau organisasi profesi atau dagang.
3.Mediator ikut serta secara aktif dalam proses negosiasi dan berupaya mendamaikan para pihak dengan memberikan saran penyelesaian sengketa.
4. Konsiliasi memiliki kesamaan dengan mediasi. Kedua cara ini adalah melibatkan pihak ketiga untuk menyelesaikan sengketa secara damai, namun konsiliasi lebih formal daripada mediasi.
5. Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral. Pihak ketiga ini bisa individu, arbitrase lembaga atau arbitrase sementara (ad hoc).
Sumber :
- Materi Aspek Hukum Ekonomi bu Dyah Palupi
- https://www.temukanpengertian.com/2013/08/pengertian-hukum.html?m=1
- https://www.bastamanography.id/hak-kewajiban-konsumen-pelaku-usaha-berdasarkan-undang-undang/
- https://shareshareilmu.wordpress.com/2012/02/05/wanprestasi-dalam-perjanjian/
- http://chairromy.blogspot.com/2015/04/makalah-aspek-hukum-dalam-ekonomi.html?m=1